
Guru di Gorontalo Jadi Tersangka Kekerasan Seksual
Seorang guru berinisial DH (57) di Kabupaten Gorontalo resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap seorang siswi kelas 12. Skandal ini terungkap setelah rekaman video aksi asusila yang diduga dilakukan oleh DH beredar luas di media sosial. Peristiwa ini kembali menyoroti lemahnya perlindungan siswa dari ancaman predator seksual di lingkungan pendidikan.
Kronologi Kejadian dan Modus Operandi
Dari hasil penyelidikan, DH diduga menggunakan metode child grooming untuk mendekati korban. Ia membangun kepercayaan dan kedekatan emosional sebelum melakukan tindakan asusila. Grooming ini membuat korban lebih sulit untuk melawan atau melaporkan tindakan tersebut. Setelah bukti video beredar, kasus ini mendapat perhatian luas hingga berujung pada penetapan tersangka terhadap DH.
Reaksi Publik: Desakan Penegakan Hukum yang Lebih Tegas
Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan seksual di dunia pendidikan Indonesia. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengungkapkan bahwa kasus seperti ini terus berulang dengan tren meningkat. Hal ini menunjukkan perlunya kebijakan lebih ketat dalam melindungi siswa di lingkungan sekolah. Organisasi perlindungan anak dan masyarakat luas mengecam keras kejadian ini dan menuntut hukuman berat bagi pelaku.
Potensi Jerat Hukum bagi Pelaku
Organisasi Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) Provinsi Gorontalo menegaskan bahwa DH dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebagai seorang pendidik, pelaku berpotensi mendapatkan hukuman yang lebih berat karena menyalahgunakan posisinya untuk melakukan tindakan kejahatan seksual.
Mendesak Perlindungan Lebih Ketat di Dunia Pendidikan
Kasus ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan untuk lebih serius dalam mencegah kekerasan seksual di sekolah. Pihak berwenang didesak untuk memperketat seleksi tenaga pendidik serta menerapkan kebijakan perlindungan siswa yang lebih kuat. Diperlukan sistem pengawasan yang lebih ketat serta edukasi bagi siswa untuk mengenali tanda-tanda kekerasan seksual dan melaporkannya.
Kesimpulan:
Kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang guru di Gorontalo menambah daftar panjang pelanggaran berat di dunia pendidikan. Perlu ada langkah konkret dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk memastikan lingkungan belajar yang aman bagi siswa. Hukuman tegas bagi pelaku menjadi langkah awal untuk memberikan efek jera dan mencegah kasus serupa di masa depan.