
Tarif Impor AS Naik Drastis untuk Produk Indonesia
Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump resmi menetapkan tarif impor 32% untuk berbagai produk asal Indonesia. Kebijakan ini diumumkan pada 2 April 2025 dan mulai berlaku pada 9 April 2025.
Langkah ini adalah bagian dari kebijakan proteksionis Trump untuk mengurangi ketergantungan AS terhadap produk negara berkembang, termasuk Indonesia. Sektor-sektor seperti tekstil, garmen, alas kaki, makanan, minuman olahan, minyak kelapa sawit, dan pertambangan akan sangat terdampak.
Ancaman PHK Massal di Depan Mata
Kebijakan tarif baru ini memberikan dampak besar pada industri ekspor Indonesia. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) khawatir akan muncul gelombang kedua pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebutkan bahwa lebih dari 60.000 buruh mengalami PHK pada Januari hingga Maret 2025. Diperkirakan, gelombang kedua PHK akan memengaruhi lebih dari 50.000 buruh dalam tiga bulan mendatang.
Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada pasar AS kini harus mengevaluasi kembali kapasitas produksinya. Industri padat karya sangat rentan karena tingginya biaya produksi yang semakin berat akibat tarif impor yang tinggi.
Langkah Antisipatif Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa skenario untuk mengatasi dampak kebijakan AS ini. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa strategi mencakup diversifikasi pasar ekspor, pemberian insentif untuk industri yang terdampak, dan diplomasi ekonomi multilateral.
Di sisi legislatif, DPR RI memastikan akan mengawal hak-hak pekerja yang terdampak PHK, seperti memastikan pesangon dan jaminan sosial. Pemerintah juga akan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi pekerja yang membutuhkan penempatan kerja ulang.
Kesimpulan: Perlu Aksi Nyata dan Strategi Jangka Panjang
Kebijakan tarif impor sebesar 32% dari Amerika Serikat terhadap Indonesia menjadi tantangan besar bagi ketahanan ekonomi nasional, khususnya di sektor ketenagakerjaan. Pemerintah, pelaku industri, dan serikat pekerja dituntut untuk bersinergi dalam merumuskan solusi taktis jangka pendek maupun strategi jangka panjang. Langkah cepat dan tepat sangat dibutuhkan agar gelombang PHK tidak terus berlanjut dan agar daya saing ekspor Indonesia tetap mampu bertahan di tengah ketidakpastian global.