Perjalanan Spiritualitas Menuju Makam Leluhur Warga Adat Bonokeling Sambut Ramadan

Masyarakat adat Bonokeling di Banyumas, Jawa Tengah, memiliki tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadan yang dikenal sebagai Laku Lampah. Ritual ini berupa perjalanan kaki sejauh puluhan kilometer menuju makam leluhur Ki Bonokeling, yang terletak di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Tradisi ini biasanya dilaksanakan sekitar satu minggu sebelum Ramadan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan persiapan spiritual menyambut bulan suci.

Prosesi Laku Lampah: Penghormatan dan Keteguhan Iman

Ratusan pengikut adat Bonokeling dari berbagai wilayah, seperti Adipala, Daun Lumbung di Cilacap, dan Kedungwringin di Banyumas, berbondong-bondong berjalan kaki menuju Desa Pekuncen. Mereka mengenakan pakaian adat khas Jawa:

  • Pria memakai baju hitam, jarik batik, dan ikat kepala.
  • Wanita mengenakan kebaya dan jarik.

Beberapa peserta bahkan berjalan tanpa alas kaki sebagai bentuk tirakat atau latihan spiritual untuk meningkatkan keteguhan iman.

Ritual Unggahan: Inti dari Laku Lampah

Setelah tiba di Desa Pekuncen, para peserta beristirahat semalam sebelum melanjutkan ke ritual utama yang disebut “Unggahan” atau “Nyadran”. Keesokan harinya, mereka menjalankan prosesi ziarah ke makam Ki Bonokeling, yang mencakup:

  • Membersihkan area makam sebagai simbol penghormatan.
  • Doa bersama untuk memohon berkah dan perlindungan.
  • Memasak dan makan bersama dengan hasil bumi yang dibawa dari perjalanan, seperti serundeng daging dan sayur becek.

Menjaga Warisan Leluhur

Tradisi Laku Lampah telah berlangsung selama berabad-abad dan tetap dilestarikan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta menjaga kearifan lokal. Masyarakat adat Bonokeling juga masih menggunakan penanggalan Jawa Alif Rebo Wage (Aboge) dalam menentukan hari-hari besar keagamaan, termasuk awal Ramadan.

Pelestarian Tradisi di Era Modern

Di tengah arus modernisasi, tradisi Laku Lampah tetap dijaga dan dijalankan secara turun-temurun. Selain memiliki nilai religius, tradisi ini juga memperkuat rasa persaudaraan dan kebersamaan di antara masyarakat adat Bonokeling. Ritual ini bukan hanya perjalanan fisik tetapi juga perjalanan spiritual dan budaya yang menghubungkan mereka dengan masa lalu dan identitas mereka sebagai bagian dari komunitas adat.